Kamis, 11 Juni 2009

Tidak....!!!




Oleh : Don Alejandro Van Prey De La Vega

Tentang segala waktu yang terus menggelinding, tentulah kita sebagai manusia ikut tergelinding. Tak mungkin kita terlepas dari waktu, namun waktu tetap bisa menjulang angkuh tanpa ada kita. Dan, dari perjalanan hidup serta perkembangan pola pikir akal manusia, adalah sejarah kemudian menjadi sebuah permata yang diciptakan oleh manusia dan untuk kebutuhan manusia agar bisa memprediksi/memproyeksikan masa depan supaya lebih baik. Dari perjalanan hidup manusia, interaksi kemudian berlangsung dan beberapa manusia yang sepaham dan senasib serta konsisten dengan apa yang mereka citakan, menjadikan sekumpulan manusia/masyarakat yang terus tumbuh secara dinamis.

Kumpulan manusia/masyarakat ini, semakin bergelindingnya waktu rupanya semakin membutuhkan sesuatu hal yang mereka inginkan. sesuatu hal itu begitu bermacam guna memenuhi kebutuhan mereka. Dari beberapa anggota kelompok manusia/masyarakat, terpercik pikiran untuk mencoba melakukan interaksi dengan kumpulan manusia/masyarakat lainnya di lain tempat. Dari sinilah kemudian kehidupan semakin dinamis. Kelompok manusia semakin besar, dan kelompok lainnya yang kekurangan bahan yang mereka butuhkan mencari apa yang mereka butuhkan. Perdagangan atau juga penjajahan kemudian lahir. Manusia yang bermental serakah yang menganggap bahwa dirinya lebih cerdas inilah yang kemudian berdiri sebagai sosok penjajah.

Di lain pihak, masyarakat yang kemudian semakin besar, maka interaksi semakin intens. Pengetahuan yang berkembang, menjadi sebuah kebutuhan vital untuk diketahui setiap pribadi guna mencukupi diri agar tetap mampu bertahan dalam sebuah kehidupan dalam sebuah peradaban. Interaksi demi interaksi, rupanya membutuhkan suatu aturan agar tidak mengakibatkan rasa ketersinggungan antara lain. Dari sini, tingkah ucapan menjadi terbatas dan setiap individu tidak sembarangan dalam berucap dengan individu yang lain. Aturan ini menjembatani agar antara individu dengan individu lain tidak salah paham yang berakhir dengan pertikaian akibat salah ucap atau ucapan yang menyinggung.

Menjadi hal yang penting ketika seorang invidu bertanya kepada individu lain dan pertanyaan itu benar-benar butuh jawaban. Maka, individu yang ditanya memiliki kewajiban untuk menjawab apabila dia tahu apa yang sebenarnya menjadi jawaban atas pertanyaan bagi individu yang bertanya. Gengsi yang menjadi sebuah konvensi dalam masyarakat modern, entah itu gensi material ataupun gengsi pengetahuan menjadi sebuah penyakit baru. Kebutuhan seseorang untuk dapat mengaktualisasi dirinya seperti apa yang dikatakan oleh Abraham Maslow, menjadikan individu mencoba dirinya untuk bisa melakukan apa yang disebut aktualisasi untuk menunjukkan bahwa dirinya "ada". Dari sinilah kemudian muncul apa yang ditakutkan yakni berkata apa yang tidak seorang individu itu ketahui, namun berkata sekenanya agar tetap disebut tahu karena gengsi tersebut. Antara hitam dan putih yang semakin samar-samar pada zaman post-modern kali ini, menyebabkan penyakit ini cepat sekali merebak. Gengsi.

Demi apa yang namanya sebuah aturan yang telah menjadi konvensi masyarakat, bahwa berkata apa adanya itu adalah baik, maka tak seharusnya seorang individu berkata sesuatu hal yang sebenarnya tidak ia ketahui tetapi membikin dirinya tahu, padahal sebenarnya ia tidak tahu. Lebih baik berkata tidak tahu untuk tetap konsiten dengan apa yang baik yang telah menjadi konvensi masyarakat daripada berkata tahu tetapi sebenarnya tidak tahu. Dan, tetaplah berkata tidak ketika benar tidak tahu daripada sok tahu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Yang Anda Baca Belum Seutuhnya Semperna