Kamis, 14 Mei 2009

MAWAR TAK BERDURI 2

untuk Han.
Kau bilang akan berubah, kapan.?.


Ketika langit sore berwarna keemasan, sepertinya, terangnya siang akan segera terlelap oleh pelukan dingin malam. Suasana sore hari yang begitu cerah membuat bibir pantai ramai oleh para pengunjung yang menikmati lukisan Sang Penguasa Alam. Senandung angin laut yang membawa elegi, nostalgia, serta gemericik buih semangat memberikan suasana tersendiri bagi setiap orang yang mampu memaknainya.
Mawar yang sedari tadi duduk di tempat duduk yang berjejer di pinggir pantai itupun sepertinya juga merasakan nikmat dan syahdunya senandung lukisan Sang Maha Pelukis Keindahan. Hanya di temani sepucuk kitab Al-Ma`tsurat yang masih setia bercanda, memandu mulutnya yang sesekali berucap lafal di dalamnya. Segera ke asyikannya terganggu oleh sentuhan lembut di bahunya.

“ Kamu Mawar kan….?” Tanya gadis berambut lurus dan berperawakan kurus itu sambil memegang bahu Mawar dari belakang dengan lembut.
“ Tuti….??!!” Mawar berbalik dan terkejut. Matanya memandang penuh penasaran.
“Kemana saja kamu selama ini…? Dulu katanya mau cuti dua semester saja, tapi kok langsung menghilang, gak kelihatan di kampus lagi. Gak kasih kabar berita lagi..!!” Keluh Mawar menandakan rasa kecewa.
“ Ceritanya panjang, Mawar.” Sembari melangkah dan duduk di samping Mawar. “Mungkin gak cukup dua hari untuk menceritakan kisahku. Tapi intinya, setelah aku cuti, aku sudah tak bisa kuliah lagi karena Aku harus membantu ibuku membiayai adik-adikku. Ayahku gak sembuh-sembuh penyakitnya sampai sekarang…!” jawab Tuti pelan menyiratkan kesedihan dan kekecewaan.
“ Trus sekarang kamu kerja di mana…?” tanya Mawar ingin tahu.
“ Alhamdulillah, aku di percaya untuk jaga toko. Meskipun sebenarnya gajinya gak cukup, tapi gak apa-apa dari pada nganggur. Yang penting halal Mawar..!” jelas Tuti tersenyum kecil.
“Aku tadi lihat kamu hampir-hampir gak kenal. Soalnya kamu berubah drastis. Aku gak menyangka kamu akan berubah seperti ini. Tapi memang kamu lebih cantik dari pada gayamu yang dulu..!” tambah Tuti.
“ ah… kamu Tut. Bisa aja memuji orang…” jawab Mawar menepis.
“Sumpah Mawar..! Kamu lebih anggun dan lebih mempesona.” Tuti meyakinkan.
“ Aku dulu gak pernah kepikiran mau memakai seperti ini. Hanya saja ada seseorang yang menuntunku dan meyakinkanku bahwa yang benar itu adalah yang seperti ini Tut..…!” jelas Mawar mantap.


*********

Empat tahun yang lalu…………

Setelah Mawar pindah dari kos-kosannya Pak Amir, Mawar tetap menjalin hubungan dengan kawan akrabnya, Tuti. Sekalipun beda fakultas, mereka tetap memanfaatkan waktu luang yang ada untuk bercanda ria. Ngobrol ke sana kemari di warungnya Mbak Sri, juga janjian ketemuan di pantai, di Mall atau jalan-jalan pagi di Taman Kota. Mawar adalah mahasiswi fakultas Sastra sedangkan Tuti mahasiswi fakultas Ekonomi. Mereka sekarang baru semester dua.
Setelah menerima kartu hasil studi semester dua, Tuti cuti semester. Ayahnya sakit keras. Terpaksa dana untuk biaya kuliah di gunakan untuk biaya pengobatan Ayahnya. Di semester tiga ini Mawar kesepian sekali. Sekalipun banyak teman-temannya yang tetap bergaul dengannya, tetapi dia merasa seperti ada yang ganjil. Menurut Mawar, tidak ada teman yang sebegitu perhatiannya seperti Tuti. Tak berapa lama, keganjilannya segera tertutupi. Mawar menemukan teman baru yang benar-benar perhatian dan asik di ajak ngobrol seperti Tuti. Tapi ini berbeda dengan Tuti, teman barunya laki-laki. Ahmad namanya. Pemuda yang berpenampilan sederhana, cerdas, ganteng, dan sedikit alim.Mawar tak perlu waktu yang lama untuk akrab dengan Ahmad, yang notabene seniornya itu.

Seperti pepatah Jawa, witing tresno jalaran soko kulino. Begitu juga yang terjadi dalam diri Mawar, keakrabannya dengan Ahmad rupanya menyemaikan benih-benih perasaan yang terasa aneh. Sehari dia tak bertemu dengannya, rasanya seperti musim kemarau yang memelas minta hujan.
Apa yang terjadi dalam diri Mawar, tak jauh beda dengan yang di alami oleh Ahmad. Tak melihat senyumnya Mawar, rasanya hari terasa hambar. Sesekali Ahmad merenung, berpikir tentang perasaanya terhadap Mawar, dan akhirnya hari itu datang juga. Kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya kepada Mawar. Dikala senja menggiring siang ke dalam pelukan malam, sore itu di bibir pantai bersama nyanyian gemricik ombak, serta langit yang menguning kemerahan, Ahmad memberanikan diri.
“ Aku mau bilang sesuatu yang penting yang harus ku sampaikan sama kamu.” Ucap Ahmad membuka pembicaraan.
“ Jika ku pendam, rasanya berat. Dan jika sekarang ku ucapkan juga...” suara Ahmad tertahan.
“Juga apa Kak…?” sahut Mawar ingin tahu.
Ahmad terdiam. Dia tak mampu berkata-kata. Nyali yang tadi di kumpulkan, sirna sudah. Tak tahu entah apa yang membuatnya begitu kikuk dan grogi.
“ Kok malah diam sih….!” Ucap Mawar membuat Ahmad tersentak.
“E…e…e….kalau … kalau aku ucapkan , aku… aku juga takut kalau memberatkanmu .”Suara Ahmad terbata-bata.
“ Memangnya mau bilang apa Kak, Mawar nggak akan keberatan kok…!” Mawar menyahut. Ahmad mengambil nafas panjang-panjang, kemudian dengan pelan ia hembuskan. Ahmad menundukan kepala.
“ Jujur…..se..se..sebenarnya a..a..a…aku suka sama kamu” suara Ahmad pelan.
Kemudian Ahmad menatap mata Mawar. Melihat tatapan itu, Mawar salah tingkah. Sebenarnya kata itu juga yang di tunggu-tunggu Mawar. Hati Mawar yang sebelumnya layu, segera mekar karena mendapat cahaya mentarinya.
“ Kamu mau nggak kalau kita berdua pacaran…?” lanjut Ahmad.
Sembari menundukkan kepala, mawar menjawab,


“m..m..mm…mau…!” jawab Mawar malu-malu.
“ Sebenarnya Mawar juga suka sama Kakak.” Tambah Mawar di imbuhi senyum manis. Ahmad pun membalas senyuman itu dengan perasaan yang tak dapat di lukiskan dengan kata-kata.

******

Waktu berjalan dan terus berjalan mengguritkan jutaan peristiwa. Bumi tak kenal lelah berputar dan tak henti-henti menyanjung dan memuji Pemeliharanya. Malam berganti siang, pagi mengejar sore dan hari berlarian, berkumpul menjadi bulan. Mawar dan Ahmad kian waktu kian akrab saja. Setiap keduanya bertemu di kampus, sepertinya tak ada yang mampu memisahkan mereka berdua kecuali jam mata kuliah. Setiap kali ada kegiatan latihan teater, baca puisi, drama dan kegiatan-kegiatan lain, mereka selalu bersama. Sepertinya mereka memang se iya sekata.
Tapi ada yang berbeda dari kebiasaan Ahmad yang membuat Mawar penasaran. Setiap mawar mengajak Ahmad untuk sekedar jalan-jalan di hari minggu seperti sejoli-sejoli yang lain, Ahmad selalu tidak mau. Ahmad selalu bilang ada kegiatan dan kegiatan itu tak bisa di tinggalkan. Mawar pun mencoba untuk mengerti. Bagi Mawar, cinta itu keikhlasan. Jadi Mawar tidak memaksakan Ahmad. Apapun yang Ahmad kerjakan, asalkan itu tidak mengusik hubungan mereka berdua, Mawar tidak pernah membatasi.
Minggu pagi itu, Ahmad bergegas dan terlihat tergesa-gesa. Dia lari-lari kecil menuju garasi dan segera masuk dalam mobilnya. Sepertinya Ahmad terlambat untuk mengikuti kegiatan rutinitasnya. Di perjalanan, Ahmad melihat Mawar sedang jalan-jalan pagi bersama teman-temannya di alun-alun kota. Ada niat untuk singgah sekedar untuk menyapa, tapi ia urungkan. Niatnya sudah bulat untuk kegiatan rutinnya.. Pasti teman-temannya sudah banyak yang berkumpul dan sudah memulai acaranya. Hari itu memang hari yang agak berbeda bagi Ahmad. Dia biasanya kalau bepergian tak pernah memakai kendaraan pribadi, hanya jika bersama keluarganya saja. Tapi hari itu dia sepertinya benar-benar terlambat hingga ia berangkat menggunakan mobil. Sampai di sebuah Masjid yang bercat biru, Ahmad membelokkan mobilnya memasuki kawasan tempat parkir Masjid itu.
Dia bergegas keluar dari mobil dan segera masuk ke dalam Masjid. Teman-temannya sudah berkumpul dan sudah memulai acaranya di serambi.
“Assalamu`alaikum.. maaf terlambat…!!” sapa Ahmad sembari duduk bersila bergabung dengan teman-temannya.
“Wa`alaikum salam..!!” jawab teman-temannya serentak.
Rutinitas Ahmad di hari minggu melakukan pengajian bersama teman-temannya. Maka dari itu Ahmad selalu tidak bisa jika di ajak Mawar untuk jalan-jalan. Tapi Ahmad tidak pernah memberitahukan kepada Mawar, jenis kegiatan apa yang ia lakukan.
Bagi Ahmad, tak cuma otak dan raga saja yang harus di beri makan. Tetapi, ruh juga menuntut untuk di beri makan agar tetap sehat. Selesai acara itu, Ahmad dihampiri oleh Gazali. Gazali menyapa dengan senyum. Ahmad pun membalasnya dengan senyum.
“ Bagaimana kuliahnya…??” tanya Gazali membuka percakapan.
“ Lancar…” jawab Ahmad pendek.
“ Kuliahmu bagaimana…?” tambah Ahmad.
“ Ya… baru bingung cari buku-buku untuk referensi bikin skripsi..” Gazali menjawab.
“ Tentang Apa..? mungkin saya bisa bantu..!” Ahmad memberi tawaran.
“ aku juga masih bingung. Mungkin tentang cinta.” Sahut Gazali.
“ Ah bagus itu. Sebagai mahasiswa jurusan Syari`ah, apa yang mau kamu bahas lebih dalam tentang cinta..?” tanya Ahmad.
“ Kamu tahu apa itu cinta Ahmad…? Terkadang banyak orang salah mengartikan cinta. Saya pikir,,, kamu juga salah satunya..” ucap Gazali sambil menatap mata Ahmad.
“ Maksud kamu…?” Ahmad heran.
“Kamu tahu maksudku. Saya sudah banyak dapat informasi…!!! Saudaraku…. Kau terlalu jauh melangkah…!!” Suara Gazali membuat hati Ahmad tergetar.
“ Oh…jadi itu maksud kamu…! Ya…aku memang sudah jauh melangkah, tapi aku telah mempersiapkan lampu untuk jalanku pulang…” Ahmad meyakinkan diri.
“ Khalifah Umar bin Khatab pernah bilang, berjalan di belakang Singa itu lebih baik dari pada berjalan di belakang wanita. Tapi kamu saudaraku,,,,,, kamu berjalan di samping singa, Apakah kamu tidak takut di terkamnya..?” tanya Gazali mencari kepastian.
“ Itu masalah pribadiku ” Suara Ahmad agak ketus. Kemudian Ahmad berdiri.
“ Sebelum singa itu menerkamku, aku sudah menyiapkan rantai untuk mengikatnya….!!! Jika aku tidak bisa mengikatnya, do’akan saja aku bisa lari sejauh mungkin agar tak di terkamnya…!!Aku pulang dulu Gazali,,,, Assalamu’alaikum…” tambah Ahmad sembari keluar dari masjid dan menuju tempat parkir.
“Ahmad….!!!” Panggil Gazali dengan suara tinggi.
Ahmad berbalik memperhatikan asal suara itu.
“ Sekalipun kamu bisa lari, dia tak kan pernah jemu untuk memburumu. Dia akan terus mengejarmu…!!!” tambah Gazali setengah berteriak.
Ahmad hanya tersenyum, kemudian mengacungkan jempolnya ke atas. Ahmad masuk ke dalam mobilnya, sesaat kemudian mobil itu keluar dari tempat parkir dan makin lama makin hilang di telan oleh ramainya jalanan.

*******

“ Anis…. !” Jefri memanggil Anis yang baru keluar dari warungnya Mba Sri. Jefri adalah senior Anis sekaligus yang melatih mahasiswa Sastra dalam kegiatan Teater.
“ Ya.. Kak.” Jawab Anis.
“ ada perlu apa ?” tanya Anis selanjutnya. Setelah Jefri berada di dekatnya.
“ Kamu mau pulang…? Bareng, sekalian aku mau tanya sesuatu.!” jelas Jefri.
“ Mawar jadian sama Ahmad…?”
“ Mawar dengar kabar dari Kak Andi…” ucap Mawar mengawali pembicaraan.
“ Kabar apa….?” Tanya Ahmad yang duduk di sebelahnya.
Mawar terdiam. Suaranya terhenti. Sesaat kemudian, dari sudut matanya keluar buliran-buliran embun bening. Tak hanya menetes, tapi mengalir. Matanya menatap Ahmad dalam-dalam. Seperti mencari sebuah kepastian yang terselip di tumpukan jerami.
“ Benar Kakak mau pindah..?” suara Mawar serak menahan tangis. Ahmad menghela nafas.
“ Ada malam, ada siang. Ada duka, ada senang. Ada pertemuan, pasti juga ada perpisahan..” Jawab Ahmad sambil jarinya menghapus air mata di pipi Mawar.
“ Tapi Mawar belum mau pisah…!” ucap Mawar.
“ Mawar, aku berharap perpisahan ini adalah awal dari cerita kita yang sesungguhnya. Cinta kita berdua hanyalah cinta semu. Aku mengagumimu karena Sikapmu yang familiar, baik, tak pilih teman. Sekalipun kamu sebenarnya dari keluarga yang berada, kamu tak pernah membeda-bedakan.” Balas Ahmad.
“ Selama ini Mawar belum pernah bertemu dengan orang seperti Kakak. Mawar banyak belajar memaknai kehidupan dari Kakak. Semua itu karena Kakak yang telah mengajari Mawar. Bersastra, memanusiakan manusia. Kalau Kakak pergi, siapa lagi yang akan mengajari Mawar…?” Suara Mawar di iringi tangis.
“Benar apa yang teman-temanmu bilang, kamu adalah Mawar yang tak berduri. Tapi menurutku, masih ada duri-duri halus yang masih tersisa di tangkaimu. Jika memang menurutmu, semua itu karena aku, izinkan juga aku menutup duri-duri halusmu.” Ucap Ahmad mengharap.
“Semua Mawar memang berduri. Tapi dari dulu, Mawar memang mencoba untuk menghilangkan duri-duri Mawar. Kalau Kakak ingin membantu menutup duri-duri Mawar, dengan senang hati.” Ucap Mawar memberi kesanggupan.
“ Tapi untuk yang satu ini, aku ingin kamu melakukannya sendiri, juga bukan karena aku. Aku hanya memberikan kainnya saja.” Suara Ahmad pelan, tapi pasti.
“ Aku tidak paham maksud Kakak…?”
“ Aku tadi sudah bilang, Aku berharap, perpisahan kita merupakan awal cerita kita. Aku ingin kita bertemu kembali dalam ikatan yang pasti, bukan semu seperti ini.” Ahmad menjelaskan.
“ Mawar tambah tidak paham maksud Kakak…?”
“ Jika memang kamu jodohku, aku akan kembali untuk meminangmu..!! Kamu mau menungguku…?” tanya Ahmad.
“ Jika memang Kakak jodohku, aku akan tunggu Kakak…!” jawab Mawar pelan sambil mengusap sisa-sisa air matanya.
“ Tapi dengan syarat…!” Ahmad menatap Mawar.
“ Apa…?” tanya Mawar ingin tahu.
“ Sebagai perempuan muslim yang akan jadi pendampingku, aku ingin kamu menutup auratmu sesuai dengan apa yang telah di atur dalam Al-Qur’an.” Ahmad menjelaskan.
“ Kamu tak kan berduri lagi jika mau melakukannya…!” tambah Ahmad.

********

Gema adzan membuat Mawar dan Tuti segera beranjak. Mereka berdua segera melangkah menuju Masjid yang terdekat dari pantai itu.
Suara anak-anak yang mengaji itu meramaikan suasana serambi masjid. Setelah shalat maghrib, Tuti dan Mawar berjalan menuju rumah makan. Mereka ingin bernostalgia, ngobrol tentang pengalaman masing-masing.
“ Kapan kamu mau menikah Mawar….?” Tanya Tuti membuka percakapan.
“ Aku masih menunggu seseorang yang telah berjanji untuk meminangku..!” jawab Mawar dengan senyum
“ Siapa…?”
“ Namanya Ahmad. Dia dulu seniorku, dialah yang telah menuntunku memakai jilbab. Kamu kapan Tut..? Sudah punya calon…?” Mawar balik tanya pada Tuti.
Tuti hanya tersenyum. Sesekali dia meneguk air teh yang ada di depannya.
“ Di tanya kok malah senyum-senyum sih…!” gerutu Mawar.
“ Insya Allah tiga bulan lagi…!” jawab Tuti.
“ Syukur kalau begitu. Jangan lupa undangannya lho..?” pinta Mawar.
“ Kalau untuk kamu, nggak perlu pake undangan. Nanti kalau sudah tiba hari H- nya aku kasih tau. Dan kamu wajib datang…!”
“ Siap sahabatkuuuu……!” ucap Mawar sambil mencubit pipi Tuti.
“ Jangan terlalu lama kamu menunggu pengeranmu itu. Nanti keburu ubanan lagi…!” Tuti menggoda.

TAMAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Yang Anda Baca Belum Seutuhnya Semperna